Tiopan Bernhard Silalahi dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 17 April 1938,
dari keluarga yang berkecukupan pada saat itu kendati Ayahnya hanya seorang supir
pribadi seorang Belanda (yang menjabat sebagai kepala perkebunan di daerah Sidamanik
dan Tiga Balata) dan kemudian jadi pedagang.
Pada umur tiga tahun, keluarga TB Silalahi pindah ke kampung halaman mereka Pagarbatu Balige.
Sebagai orang yang berkecukupan, ayahnya mampu membeli bis yang digunakan untuk mencari nafkah.
Akan tetapi kebahagiaan itu memudar seiring dengan kedatangan penjajahan Jepang.
Disamping itu ayahanda beliau jatuh sakit yang akhirnya meninggal dunia pada saat TB Silalahi berumur 5 tahun.
Selama ayahanda beliau dalam perawatan sampai meninggal, kehidupan TB. Silalahi kecil hidup dalam serba
kekurangan karena seluruh harta terpaksa harus dijual untuk membiayai pengobatan ayahanda tercinta
ditengah-tengah sulitnya kehidupan pada saat itu. Ibunda tercinta yang sedang mengandung adik bungsunya
terpaksa menjadi buruh pemecah batu bagi perintah Jepang yang sedang membuka jalan.
Penderitaan TB. Silalahi kecil berlanjut hingga beliau masuk ke sekolah rakyat yang membuatnya
berbeda dengan anak-anak yang lain pada saat itu, beliau terpaksa harus menahan lapar saat menggembalakan
kerbau dan memakan harimonting dan serangga untuk sekedar mengganjal perut, tetapi seiring dengan menyerahnya
Jepang terhadap Sekutu dan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945,